BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya
suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena
pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat
formal, meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa.
Peningkatan kualitas pendidikan dicerminkan oleh prestasi belajar siswa.
Sedangkan keberhasilan atau prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kualitas
pendidikan yang bagus. Karena kualitas pendidikan yang bagus akan membawa siswa
untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.
Pada
saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal
balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan
terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya
terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan
tingkah laku mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa,
misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan positif pada diri siswa selama
ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama ini, metode dan
model pembelajaran mana yang tepat untuk dipakai dalam menyajikan suatu
pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam belajar.
Hal
tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan
pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa. Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dipaparkan di atas adalah model pembelajaran yang tepat bagi
siswa serta dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Hudojo (Purmiasa,
2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan menentukan terjadinya
proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil belajar.
Berhasil
tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan, metode, serta
teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru diharapkan selektif
dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam proses belajar
mengajar guru harus menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar serta mampu
menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip – prinsip belajar
mengajar dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu
materi pelajaran tertentu.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dari makalah ini adalah model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran
discovery learning.
C.
Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat dari makalah ini adalah sebagai masukan dan pertimbangan kepada
mahasiswa sebagai calon guru untuk menggunakan model pembelajaran problem based
learning dan discovery learning ketika mengajar dilingkungan sekolah yang
tujuan utamanya adalah meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) adalah pembelajaran
yang berpusat di
siswa, siswa belajar
tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan masalah realistis.
Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa
yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi
baru yang dapat mengakibatkan resolusi masalah. Peran instruktur adalah bahwa
fasilitator pembelajaran yang memberikan perancah sesuai proses ,mengajukan pertanyaan menyelidiki, menyediakan sumber daya yang sesuai, dan memimpin diskusi kelas,
serta penilaian siswa merancang. PBL dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di tahun
1960-an dan selanjutnya telah diadopsi oleh program sekolah kedokteran
lainnya. Dalam PBL,
siswa didorong untuk mengambil tanggung jawab untuk kelompok mereka dan
mengatur dan mengarahkan proses pembelajaran dengan dukungan dari seorang tutor
atau instruktur.
- Pengertian Problem Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) adalah pembelajaran
yang berpusat di
siswa, siswa belajar
tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan masalah realistis.
Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa
yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi
baru yang dapat mengakibatkan resolusi masalah. Peran instruktur adalah bahwa
fasilitator pembelajaran yang memberikan perancah sesuai proses ,mengajukan pertanyaan menyelidiki, menyediakan sumber daya yang sesuai, dan memimpin diskusi kelas,
serta penilaian siswa merancang.
PBL dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di tahun
1960-an dan selanjutnya telah diadopsi oleh program sekolah kedokteran
lainnya, (Barrows,
1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti,
1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006).. Penggunaan PBL, seperti
pedagogies berpusat pada siswa lainnya, telah termotivasi oleh pengakuan
kegagalan instruksi tradisional (lebar sayap, 1994; Boyer, 1998) dan munculnya
pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana orang belajar (National Research
Council, 2000). Tidak seperti instruksi tradisional, PBL secara aktif
melibatkan siswa dalam membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri
sendiri, dan dengan demikian banyak alamat defisit dari ruang kelas tradisional
di mana pengetahuan diuraikan oleh instruktur.
- Karakteristik PBL
a.
Belajar adalah didorong oleh tantangan, masalah
yang memiliki penyelesaian yang luas dan terstruktur.
b.
Siswa umumnya bekerja dalam kelompok kolaboratif.
c.
Guru mengambil peran sebagai "fasilitator" pembelajaran.
Dalam PBL, siswa didorong untuk mengambil tanggung jawab untuk
kelompok mereka dan mengatur dan mengarahkan proses pembelajaran dengan
dukungan dari seorang tutor atau instruktur. Para pendukung klaim PBL dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan konten sementara secara bersamaan
mendorong perkembangan komunikasi, pemecahan masalah, dan keterampilan
self-directed learning.
PBL boleh menempatkan siswa dalam dunia kerja simulasi nyata dan
konteks profesional yang melibatkan kebijakan, proses, dan masalah etika yang
perlu dipahami dan memutuskan untuk hasil beberapa. Dengan bekerja melalui
kombinasi strategi belajar untuk menemukan sifat masalah, memahami kendala dan
pilihan untuk resolusi, mendefinisikan variabel masukan, dan pemahaman sudut
pandang yang terlibat, siswa belajar untuk bernegosiasi sifat sosiologis
masalah yang kompleks dan bagaimana bersaing resolusi dapat menginformasikan
pengambilan keputusan.
- Bukti-bukti yang mendukung pembelajaran berbasis masalah
Hmelo-Silver, Duncan, & Chinn mengutip beberapa penelitian
yang mendukung keberhasilan metode pembelajaran konstruktivistik problem-based
dan penyelidikan. Misalnya, mereka menggambarkan proyek yang disebut GenScope,
aplikasi perangkat lunak penyelidikan sains berbasis. Siswa menggunakan perangkat
lunak GenScope menunjukkan hasil yang signifikan atas kelompok kontrol, dengan
keuntungan terbesar ditunjukkan pada siswa dari kursus-kursus dasar.
Hmelo-Silver et al. juga mengutip sebuah studi besar dengan Geier
pada efektivitas penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan bagi siswa sekolah
menengah, seperti yang ditunjukkan oleh kinerja mereka pada tes standar
high-stakes. Peningkatan tersebut adalah 14% untuk kelompok pertama dan 13%
siswa untuk kohort kedua. Studi ini juga menemukan bahwa metode pengajaran
berbasis penyelidikan sangat mengurangi kesenjangan prestasi bagi siswa
Afrika-Amerika.
Peninjauan sistematis efek pembelajaran berbasis masalah di
sekolah kedokteran pada kinerja dokter setelah lulus menunjukkan efek positif
yang jelas pada kompetensi dokter. Efek ini terutama kuat untuk kompetensi
sosial dan kognitif seperti mengatasi dengan keterampilan ketidakpastian dan
komunikasi.
- Contoh penerapan Masalah Berbasis Belajar pedagogi kurikulum
Di Malaysia, upaya sedang dilakukan untuk memperkenalkan hybrid
pembelajaran berbasis masalah dalam matematika sekunder disebut PBL4C, yang
merupakan singkatan dari pembelajaran berbasis masalah empat bidang utama dalam
kerangka pendidikan matematika. Daerah ini inti isi, proses berpikir,
keterampilan, dan nilai-nilai, dengan tujuan memelihara warga negara yang bijak
bukan hanya cerdas. Hybrid pertama ini tumbuh di SEAMEO RECSAM pada tahun 2008
dan disajikan pada konferensi EARCOME5 pada tahun 2010. Pada tingkat tersier,
banyak perguruan tinggi Malaysia akan untuk PBL sengaja untuk meningkatkan
kualitas lulusan yang dihasilkan. Bekerja sama dengan Universitas Aalborg
Denmark, PBL diperkenalkan di Universitas Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM).
Sejak itu PBL ini banyak digunakan antara rekayasa dan juga sebagai dosen
humaniora di UTHM (Berhannudin, 2007).
Beberapa sekolah kedokteran telah memasukkan problem-based
learning ke dalam kurikulum mereka, menggunakan kasus-kasus pasien yang nyata
untuk mengajar siswa bagaimana berpikir seperti seorang dokter. Lebih dari delapan
puluh persen dari sekolah kedokteran di Amerika Serikat sekarang memiliki
beberapa bentuk pembelajaran berbasis masalah dalam program mereka. [3]
Penelitian 10 tahun data dari Universitas Missouri kurikulum Sekolah Medis PBL
mendukung PBL. (Koh GC-H, Khoo HE, Wong ML, Koh D. Pengaruh Pembelajaran
Berbasis Masalahselama sekolah medis pada kompetensi dokter:.. Suatu tinjauan
sistematik CMAJ 2008; 178 (1) :34-41)
Maastricht University menawarkan program keseluruhannya dalam
format PBL saja, seperti halnya Universitas Limerick masuk sekolah Graduate
medis di Irlandia.
Pada tahun 2004, Danau Erie
College of Medicine Osteopathic mendirikan sebuah kampus cabang di Bradenton,
Florida, memanfaatkan format yang sepenuhnya PBL. Dari 2006-2010.
- Keunggulan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem
Based Learning) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: (1) siswa
lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep
tersebut; (2) melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; (3) pengetahuan tertanam
berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna;
(4) siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang
diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari;
(5) menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara
siswa; dan (6) pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan
belajar siswa dapat diharapkan.
Selain itu, Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Problem Based Learning) diyakini pula dapat
menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual
maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya
keaktifan siswa.
Keberhasilan model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) sangat tergantung pada
ketersediaan sumber belajar bagi siswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau
dugaan. Menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup
apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru dalam
mengangkat dan merumuskan masalah.
Dalam model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) ini, guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru mengajukan masalah
otentik/mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata (real world),
memfasilitasi/membimbing (scaffolding) dalam proses penyelidikan,
memfasilitasi dialog antara siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta
memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual
siswa.
- Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pengelolaan Pembelajaran
Berdasarkan Masalah terdapat 5 langkah utama. yaitu: (1) mengorientasikan
siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu
menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan
hasil kerja; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Gambaran rinci kelima langkah tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Prosedur Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Langkah-langkah
|
Kegiatan Guru
|
Orientasi masalah
|
·
Menginformasikan tujuan pembelajaran
·
Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan
terjadi pertukaran ide yang terbuka
·
Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
·
Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara
terbuka
|
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
|
·
Membantu siswa menemukan konsep berdasar masalah
·
Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan
cara belajar siswa aktif
·
Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan
|
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
|
·
Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam
mengerjakan/menyelesaikan masalah
·
Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
·
Mendorong dialog, diskusi dengan teman
·
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
·
Membantu siswa merumuskan hipotesis
·
Membantu siswa dalam memberikan solusi
|
B. Pembelajaran Deiscovery Learning
1.
Pengertian
Pembelajaran Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu
disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses
pembelajaran.
Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran
dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan
guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner
adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan
yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu
Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana
murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar
yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan
mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru.
Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan
suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau
proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model
pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada
pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong
siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan
mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model
pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan
yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau
seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari
strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa,
apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa
sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki
sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan,
tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa
belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi.
Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik
dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1. Dalam
penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2. Melalui
pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate)
informasi tambahan yang diberikan.
3. Siswa
juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan
tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4. Pembelajaran
dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif,
saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
5. Terdapat
beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep
dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
6. Keterampilan
yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar
yang baru.
3.
Peranan Guru
dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru
dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1) Merencanakan
pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
2) Menyajikan
materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah
pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan
menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
3) Guru
juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
4) Bila
siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi
ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru
sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
5) Menilai
hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis
besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.
4. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery
Learning
v Kelebihan
discovery learning
1. Dapat
meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat
meningkatkan motivasi
3. Mendorong
keterlibatan keaktifan siswa
4. Siswa
aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
5. Menimbulakan
rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan
lagi sehingga minat belajarnya meningkat
6. Siswa
akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
7. Melatih
siswa belajar mandiri
v Kekurangan
discovery learning
1. Guru
merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan
siswa.
2. Menyita
waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai
pemberi. Informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam
belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru
memerlukan waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau
tidak banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.
3. Menyita
pekerjaan guru.
4. Tidak
semua siswa mampu melakukan penemuan
5. Tidak
berlaku untuk semua topik .
5. Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas
1) Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery
Learning
Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan
metode discovery learning di kelas harus melakukan persiapan.
Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:
a) Menentukan
tujuan pembelajaran.
b) Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
c) Memilih
materi pelajaran.
d) Menentukan
topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
e) Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari siswa.
f) Mengatur
topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke
abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g) Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam
Budiningsih ( 2005:50).
2) Prosedur Aplikasi Discovery Learning
Adapun menurut
Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas tahapan
atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara
umum adalah sebagai berikut:
- Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).
Tahap ini Guru bertanya
dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan
uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation
dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi.
- Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah
dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244).
- Data collection (pengumpulan data)
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).
- Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah
(2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan.
Data processing
disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan
mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang
perlu mendapat pembuktian secara logis.
- Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification
menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
- Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/
menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan
hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi
tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran
Based Learning dan Pembelajaran discovery learning (penemuan) merupakan
salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivisme.
Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri
melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru
mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri
mereka sendiri.
Pembelajaran
penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan membangkitkan
keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja hingga menemukan
jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan untuk
berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri, karena
mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi.
Pembelajaran
penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat menghasilkan
kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan
penemuan.
B. Saran
Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBL) adalah pembelajaran yang berpusat di siswa, siswa belajar tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan
masalah realistis. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang
mereka sudah tahu, apa yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk
mengakses informasi baru yang dapat mengakibatkan resolusi masalah. Model
pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi materi
tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu
memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan
dalam proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan
beberapa siswa saja, karena model pembelajaran discovery diperlukan keaktifan
seluruh siswa.
Selain
itu alat – alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan
oleh guru atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk
memberikan siswa pengalaman langsung. Perlu juga adanya perhatian dari segala
pihak baik itu pemerintah, guru, orang tua maupun lingkungan guna memajukan
sistem pendidikan Indonesia yang lebih maju.
DAFTAR
PUSTAKA
akhmadsudrajat.wordpress.com
Ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematika
http://sainsmatika.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-berbasis.html