Sabtu, 28 September 2013

STRATEGI PEMEBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat formal, meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan kualitas pendidikan dicerminkan oleh prestasi belajar siswa. Sedangkan keberhasilan atau prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang bagus. Karena kualitas pendidikan yang bagus akan membawa siswa untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.
            Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama ini, metode dan model pembelajaran  mana yang tepat untuk dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam belajar.
            Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa. Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan di atas adalah model pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan masalah  yang dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil belajar.
            Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan, metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru harus menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar serta mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip – prinsip belajar mengajar  dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu materi pelajaran tertentu.

B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dari makalah ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model   pembelajaran discovery learning.

C.    Manfaat Penulisan
            Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai masukan dan pertimbangan kepada mahasiswa sebagai calon guru untuk menggunakan model pembelajaran problem based learning dan discovery learning ketika mengajar dilingkungan sekolah yang tujuan utamanya adalah meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) adalah pembelajaran yang berpusat di siswa, siswa belajar tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan masalah realistis. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi baru yang dapat mengakibatkan resolusi masalah. Peran instruktur adalah bahwa fasilitator pembelajaran yang memberikan perancah sesuai proses ,mengajukan pertanyaan menyelidiki, menyediakan sumber daya yang sesuai, dan memimpin diskusi kelas, serta penilaian siswa merancang. PBL dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di tahun 1960-an dan selanjutnya telah diadopsi oleh program  sekolah kedokteran lainnya. Dalam PBL, siswa didorong untuk mengambil tanggung jawab untuk kelompok mereka dan mengatur dan mengarahkan proses pembelajaran dengan dukungan dari seorang tutor atau instruktur.
  1. Pengertian Problem Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) adalah pembelajaran yang berpusat di siswa, siswa belajar tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan masalah realistis. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi baru yang dapat mengakibatkan resolusi masalah. Peran instruktur adalah bahwa fasilitator pembelajaran yang memberikan perancah sesuai proses ,mengajukan pertanyaan menyelidiki, menyediakan sumber daya yang sesuai, dan memimpin diskusi kelas, serta penilaian siswa merancang.
PBL dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di tahun 1960-an dan selanjutnya telah diadopsi oleh program  sekolah kedokteran lainnya, (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006).. Penggunaan PBL, seperti pedagogies berpusat pada siswa lainnya, telah termotivasi oleh pengakuan kegagalan instruksi tradisional (lebar sayap, 1994; Boyer, 1998) dan munculnya pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana orang belajar (National Research Council, 2000). Tidak seperti instruksi tradisional, PBL secara aktif melibatkan siswa dalam membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri sendiri, dan dengan demikian banyak alamat defisit dari ruang kelas tradisional di mana pengetahuan diuraikan oleh instruktur.
  1. Karakteristik PBL
a.       Belajar adalah didorong oleh tantangan, masalah yang memiliki penyelesaian yang luas dan terstruktur.
b.      Siswa umumnya bekerja dalam kelompok kolaboratif.
c.       Guru mengambil peran sebagai "fasilitator" pembelajaran.
Dalam PBL, siswa didorong untuk mengambil tanggung jawab untuk kelompok mereka dan mengatur dan mengarahkan proses pembelajaran dengan dukungan dari seorang tutor atau instruktur. Para pendukung klaim PBL dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan konten sementara secara bersamaan mendorong perkembangan komunikasi, pemecahan masalah, dan keterampilan self-directed learning.
PBL boleh menempatkan siswa dalam dunia kerja simulasi nyata dan konteks profesional yang melibatkan kebijakan, proses, dan masalah etika yang perlu dipahami dan memutuskan untuk hasil beberapa. Dengan bekerja melalui kombinasi strategi belajar untuk menemukan sifat masalah, memahami kendala dan pilihan untuk resolusi, mendefinisikan variabel masukan, dan pemahaman sudut pandang yang terlibat, siswa belajar untuk bernegosiasi sifat sosiologis masalah yang kompleks dan bagaimana bersaing resolusi dapat menginformasikan pengambilan keputusan.
  1. Bukti-bukti yang mendukung pembelajaran berbasis masalah
Hmelo-Silver, Duncan, & Chinn mengutip beberapa penelitian yang mendukung keberhasilan metode pembelajaran konstruktivistik problem-based dan penyelidikan. Misalnya, mereka menggambarkan proyek yang disebut GenScope, aplikasi perangkat lunak penyelidikan sains berbasis. Siswa menggunakan perangkat lunak GenScope menunjukkan hasil yang signifikan atas kelompok kontrol, dengan keuntungan terbesar ditunjukkan pada siswa dari kursus-kursus dasar.
Hmelo-Silver et al. juga mengutip sebuah studi besar dengan Geier pada efektivitas penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan bagi siswa sekolah menengah, seperti yang ditunjukkan oleh kinerja mereka pada tes standar high-stakes. Peningkatan tersebut adalah 14% untuk kelompok pertama dan 13% siswa untuk kohort kedua. Studi ini juga menemukan bahwa metode pengajaran berbasis penyelidikan sangat mengurangi kesenjangan prestasi bagi siswa Afrika-Amerika.
Peninjauan sistematis efek pembelajaran berbasis masalah di sekolah kedokteran pada kinerja dokter setelah lulus menunjukkan efek positif yang jelas pada kompetensi dokter. Efek ini terutama kuat untuk kompetensi sosial dan kognitif seperti mengatasi dengan keterampilan ketidakpastian dan komunikasi.
  1. Contoh penerapan Masalah Berbasis Belajar pedagogi kurikulum
Di Malaysia, upaya sedang dilakukan untuk memperkenalkan hybrid pembelajaran berbasis masalah dalam matematika sekunder disebut PBL4C, yang merupakan singkatan dari pembelajaran berbasis masalah empat bidang utama dalam kerangka pendidikan matematika. Daerah ini inti isi, proses berpikir, keterampilan, dan nilai-nilai, dengan tujuan memelihara warga negara yang bijak bukan hanya cerdas. Hybrid pertama ini tumbuh di SEAMEO RECSAM pada tahun 2008 dan disajikan pada konferensi EARCOME5 ​​pada tahun 2010. Pada tingkat tersier, banyak perguruan tinggi Malaysia akan untuk PBL sengaja untuk meningkatkan kualitas lulusan yang dihasilkan. Bekerja sama dengan Universitas Aalborg Denmark, PBL diperkenalkan di Universitas Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM). Sejak itu PBL ini banyak digunakan antara rekayasa dan juga sebagai dosen humaniora di UTHM (Berhannudin, 2007).
Beberapa sekolah kedokteran telah memasukkan problem-based learning ke dalam kurikulum mereka, menggunakan kasus-kasus pasien yang nyata untuk mengajar siswa bagaimana berpikir seperti seorang dokter. Lebih dari delapan puluh persen dari sekolah kedokteran di Amerika Serikat sekarang memiliki beberapa bentuk pembelajaran berbasis masalah dalam program mereka. [3] Penelitian 10 tahun data dari Universitas Missouri kurikulum Sekolah Medis PBL mendukung PBL. (Koh GC-H, Khoo HE, Wong ML, Koh D. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalahselama sekolah medis pada kompetensi dokter:.. Suatu tinjauan sistematik CMAJ 2008; 178 (1) :34-41)
Maastricht University menawarkan program keseluruhannya dalam format PBL saja, seperti halnya Universitas Limerick masuk sekolah Graduate medis di Irlandia. Pada tahun 2004, Danau Erie College of Medicine Osteopathic mendirikan sebuah kampus cabang di Bradenton, Florida, memanfaatkan format yang sepenuhnya PBL. Dari 2006-2010.
  1. Keunggulan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: (1) siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut; (2) melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; (3) pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna; (4) siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari; (5) menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa; dan (6) pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
Selain itu, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) diyakini pula dapat menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.
Keberhasilan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi siswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan. Menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru dalam mengangkat dan merumuskan masalah.
Dalam model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru mengajukan masalah otentik/mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata (real world), memfasilitasi/membimbing (scaffolding) dalam proses penyelidikan, memfasilitasi dialog antara siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual siswa.
  1. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pengelolaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah terdapat 5 langkah utama. yaitu: (1) mengorientasikan siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Gambaran rinci kelima langkah tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:



Tabel 1. Prosedur Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Langkah-langkah
Kegiatan Guru
Orientasi masalah
·   Menginformasikan tujuan pembelajaran
·   Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
·   Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
·   Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
·   Membantu siswa menemukan konsep berdasar masalah
·   Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar siswa aktif
·   Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
·   Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
·   Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
·   Mendorong dialog, diskusi dengan teman
·   Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
·   Membantu siswa merumuskan hipotesis
·   Membantu siswa dalam memberikan solusi

B.       Pembelajaran Deiscovery Learning
1.      Pengertian Pembelajaran Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

2.      Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1.    Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2.    Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
3.    Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4.    Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
5.    Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
6.    Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

3.      Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
1)   Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
2)   Menyajikan materi pelajaran yang  diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
3)   Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
4)   Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
5)   Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.

4.      Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
v  Kelebihan discovery learning
1.      Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2.      Dapat meningkatkan motivasi
3.      Mendorong keterlibatan keaktifan siswa
4.      Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
5.      Menimbulakan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat
6.      Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
7.      Melatih siswa belajar mandiri
v  Kekurangan discovery learning
1.      Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswa.
2.      Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi. Informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.
3.      Menyita pekerjaan guru.
4.      Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5.      Tidak berlaku untuk semua topik .

5.      Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas
1)      Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning
Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus melakukan persiapan.
Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:
a)      Menentukan tujuan pembelajaran.
b)      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c)      Memilih materi pelajaran.
d)     Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e)      Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f)       Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g)      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam Budiningsih ( 2005:50).
2)      Prosedur Aplikasi Discovery Learning
Adapun menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:
  1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).
Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
  1. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).
  1. Data collection (pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).
  1. Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
  1. Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
  1. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).























BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pembelajaran Based Learning dan Pembelajaran discovery learning (penemuan) merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja hingga menemukan jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan untuk berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri, karena mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi.
Pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan penemuan.
B.       Saran
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) adalah pembelajaran yang berpusat di siswa, siswa belajar tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan masalah realistis. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi baru yang dapat mengakibatkan resolusi masalah. Model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan dalam proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan beberapa siswa saja, karena model pembelajaran discovery diperlukan keaktifan seluruh siswa.
Selain itu alat – alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh guru atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan siswa pengalaman langsung. Perlu juga adanya perhatian dari segala pihak baik itu pemerintah, guru, orang tua maupun lingkungan guna memajukan sistem pendidikan Indonesia yang lebih maju.










DAFTAR PUSTAKA

akhmadsudrajat.wordpress.com
Ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematika
http://sainsmatika.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-berbasis.html